INTERVENSI PROGRAM SEKOLAH PENGGERAK DARI PENDAMPINGAN SEKOLAH HINGGA DIGITALISASI
Sosialisasi Program Sekolah Penggerak (PSP) sudah gencar dilakukan sejak diluncurkan 1 Februari 2021 silam. Ragam publikasi juga sudah banyak tersebar, dari laman sekolah.penggerak.kemdikbud.go.id hingga medsos seperti instagram, twitter, hingga saluran berbagi kanal Youtube. Namun masih banyak yang perlu penjelasan langsung dari pejabat penanggung jawab PSP.
“Program sekolah penggerak adalah program untuk mewujudkan visi pendidikan Indonesia yang maju, mandiri, berdaulat, dan berkepribadian serta memiliki karakter Profil Pelajar Pancasila melalui transformasi satuan pendidikan,” kata Dr. Sigit Wibowo, Koordinator Pokja Program Sekolah Penggerak, Direktorat Pendidikan Profesi dan Pembinaan Guru dan Tenaga Kependidikan pada kegiatan Penyusunan Bahan Publikasi Program Sekolah Penggerak di Jakarta, 30 Agustus-1 September 2021.
“Sekolah Penggerak diharapkan dapat mengakselarasi untuk bergerak 1–2 tahap lebih maju dalam waktu 3 tahun ajaran dengan hasil belajar siswa di atas rata-rata. Pembelajaran paradigma baru, lingkungan belajar aman, nyaman, inklusif dan menyenangkan, perencanaan sekolah sudah berbasis data dan diharapkan terjadi percepatan digitalisasi sekolah,” Sigit menambahkan.
Lima Intervensi Program
Lima intervensi PSP saling terkait dan tidak bisa dipisahkan, yakni meliputi: 1). Pendampingan konsultatif dan asimetris; 2). Penguatan SDM sekolah; 3). Pembelajaran dengan paradigma baru, 4). Perencanaan berbasis data; dan 5). Digitalisasi sekolah.
Pendampingan konsultatif dan asimetris dilaksanakan karena setiap sekolah berbeda, siswa-siswanya juga berbeda. Jadi pendampingan harus disesuaikan kebutuhan,” kata Sigit, yang cukup lama berkecimpung dalam dunia pelatihan di Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK).
Penguatan SDM melibatkan kepala sekolah, pengawas sekolah, penilik, dan guru. Bentuk penguatan tersebut meliputi pelatihan dan pendampingan intensif (coaching one to one) dengan pelatih ahli yang disediakan oleh Kemendikbudristek.
Program pendampingan dilakukan terus menerus oleh pelatih ahli selama tiga tahun ajaran. Satu pelatih mendampingi 3-5 sekolah. Namun di daerah 3 T, satu pelatih ahli cukup mendampingi 3 sekolah. Sementara untuk implementasi pembelajaran dengan paradigma baru berdasarkan prinsip yang terdiferensiasi, sehingga setiap siswa belajar sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya.
Adapun perencanaan berbasis data, dilakukan berdasarkan refleksi diri satuan pendidikan. Dan terakhir, pengelolaan sumber daya sekolah melalui digitalisasi sekolah. “Sekolah menggunakan berbagai platform digital untuk mengurangi kompleksitas, meningkatkan efisiensi, menambah inspirasi, dengan pendekatan yang disesuaikan kebutuhan,” katanya.
Banyak manfaat bagi sekolah penggerak yang sudah mengimplementasikan PSP, yakni meliputi: 1) Peningkatan mutu hasil belajar dalam kurun waktu 3 tahun ajaran; 2) Peningkatan kompetensi kepala sekolah dan guru; 3) Percepatan digitalisasi sekolah; 4) Kesempatan menjadi katalis perubahan bagi satuan pendidikan lain; 5) Percepatan pencapaian profil pelajar Pancasila; 6) Mendapatkan pendampingan intensif; dan 7) Memperoleh tambahan anggaran untuk pembelian buku bagi pembelajaran dengan paradigma baru.
Ending Berperan Petani
Sementara Dr. Paiman, SPd, MM, Subkoordinator Data dan Seleksi PSP menambahkan, bahwa kunci PSP adalah kepala sekolah. Sebelum ada PSP, kepala sekolah banyak disibukkan urusan administrasi. “PSP menyeleksi kepala sekolah untuk menjadi pemimpin pembelajaran. Kepala sekolah harus bisa mengajar. Inilah transformasi kepemimpinan sekolah,” kata Paiman.
Paiman mengibarat ending cerita dari PSP adalah para guru, kepala sekolah dan pengawas sekolah dapat berlaku sebagai petani. “Guru yang bisa berperan sebagai petani, memiliki sifat sabar, tidak akan marah. Menanam padi pasti beda dengan menanam jagung. Guru dituntut seperti petani seperti karena siswa berbeda-beda kompetensi dan latar belakangnya,” katanya.
Sosialisasi Program Sekolah Penggerak (PSP) sudah gencar dilakukan sejak diluncurkan 1 Februari 2021 silam. Ragam publikasi juga sudah banyak tersebar, dari laman sekolah.penggerak.kemdikbud.go.id hingga medsos seperti instagram, twitter, hingga saluran berbagi kanal Youtube. Namun masih banyak yang perlu penjelasan langsung dari pejabat penanggung jawab PSP.
“Program sekolah penggerak adalah program untuk mewujudkan visi pendidikan Indonesia yang maju, mandiri, berdaulat, dan berkepribadian serta memiliki karakter Profil Pelajar Pancasila melalui transformasi satuan pendidikan,” kata Dr. Sigit Wibowo, Koordinator Pokja Program Sekolah Penggerak, Direktorat Pendidikan Profesi dan Pembinaan Guru dan Tenaga Kependidikan pada kegiatan Penyusunan Bahan Publikasi Program Sekolah Penggerak di Jakarta, 30 Agustus-1 September 2021.
“Sekolah Penggerak diharapkan dapat mengakselarasi untuk bergerak 1–2 tahap lebih maju dalam waktu 3 tahun ajaran dengan hasil belajar siswa di atas rata-rata. Pembelajaran paradigma baru, lingkungan belajar aman, nyaman, inklusif dan menyenangkan, perencanaan sekolah sudah berbasis data dan diharapkan terjadi percepatan digitalisasi sekolah,” Sigit menambahkan.
Lima Intervensi Program
Lima intervensi PSP saling terkait dan tidak bisa dipisahkan, yakni meliputi: 1). Pendampingan konsultatif dan asimetris; 2). Penguatan SDM sekolah; 3). Pembelajaran dengan paradigma baru, 4). Perencanaan berbasis data; dan 5). Digitalisasi sekolah.
Pendampingan konsultatif dan asimetris dilaksanakan karena setiap sekolah berbeda, siswa-siswanya juga berbeda. Jadi pendampingan harus disesuaikan kebutuhan,” kata Sigit, yang cukup lama berkecimpung dalam dunia pelatihan di Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK).
Penguatan SDM melibatkan kepala sekolah, pengawas sekolah, penilik, dan guru. Bentuk penguatan tersebut meliputi pelatihan dan pendampingan intensif (coaching one to one) dengan pelatih ahli yang disediakan oleh Kemendikbudristek.
Program pendampingan dilakukan terus menerus oleh pelatih ahli selama tiga tahun ajaran. Satu pelatih mendampingi 3-5 sekolah. Namun di daerah 3 T, satu pelatih ahli cukup mendampingi 3 sekolah. Sementara untuk implementasi pembelajaran dengan paradigma baru berdasarkan prinsip yang terdiferensiasi, sehingga setiap siswa belajar sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya.
Adapun perencanaan berbasis data, dilakukan berdasarkan refleksi diri satuan pendidikan. Dan terakhir, pengelolaan sumber daya sekolah melalui digitalisasi sekolah. “Sekolah menggunakan berbagai platform digital untuk mengurangi kompleksitas, meningkatkan efisiensi, menambah inspirasi, dengan pendekatan yang disesuaikan kebutuhan,” katanya.
Banyak manfaat bagi sekolah penggerak yang sudah mengimplementasikan PSP, yakni meliputi: 1) Peningkatan mutu hasil belajar dalam kurun waktu 3 tahun ajaran; 2) Peningkatan kompetensi kepala sekolah dan guru; 3) Percepatan digitalisasi sekolah; 4) Kesempatan menjadi katalis perubahan bagi satuan pendidikan lain; 5) Percepatan pencapaian profil pelajar Pancasila; 6) Mendapatkan pendampingan intensif; dan 7) Memperoleh tambahan anggaran untuk pembelian buku bagi pembelajaran dengan paradigma baru.
Ending Berperan Petani
Sementara Dr. Paiman, SPd, MM, Subkoordinator Data dan Seleksi PSP menambahkan, bahwa kunci PSP adalah kepala sekolah. Sebelum ada PSP, kepala sekolah banyak disibukkan urusan administrasi. “PSP menyeleksi kepala sekolah untuk menjadi pemimpin pembelajaran. Kepala sekolah harus bisa mengajar. Inilah transformasi kepemimpinan sekolah,” kata Paiman.
Paiman mengibarat ending cerita dari PSP adalah para guru, kepala sekolah dan pengawas sekolah dapat berlaku sebagai petani. “Guru yang bisa berperan sebagai petani, memiliki sifat sabar, tidak akan marah. Menanam padi pasti beda dengan menanam jagung. Guru dituntut seperti petani seperti karena siswa berbeda-beda kompetensi dan latar belakangnya,” katanya.